Bojonegoro (beritajatim.com) - Warga Desa Sudu, Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojonegoro merasa khawatir adanya dampak lingkungan proyek penunjang pengeboran Minyak dan Gas Bumi (Migas) Lapangan Banyuurip, Blok Cepu. Sebab, sampai saat ini warga belum mendapat sosialisasi terkait dengan dampak lingkungan proyek di desa setempat.
Salah satunya merupakan proyek rekayasa, pengadaan, dan konstruksi (engineering, procurement and construction/EPC) 5 Banyu Urip Blok Cepu terkait dampak lingkungan fasilitas pengambilan dan penyaluran air Sungai Bengawan Solo (river water intake/RWI) di desa setempat.
Menurut Ketua Karang Taruna Desa Sudu, Syaifudin Rofiq, pihaknya mendengar kabar kalau proyek RWI tersebut telah diujicoba. Ia khawatir apabila fasilitas penunjang produksi Banyu Urip Blok Cepu itu mulai beroperasi muncul sejumlah dampak terhadap lingkungan sekitar.
"Kami meminta agar ada sosialisasi Amdal pengoperasian fasilitas RWI itu," ujarnya, Rabu (29/04/2015).
Pihaknya meminta kepada pihak ExxonMobil Cepu Limited (EMCL) selaku pengelola lapangan minyak dan gas bumi (migas) Banyu Urip Blok Cepu agar segera melakukan sosialisasi analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal) terkait proyek RWI tersebut.
Menurut Rofiq, ada pengaruh besar yang kemungkinan timbul dari aktivitas proyek tersebut di antaranya pengairan lahan pertanian warga menjadi terganggu akibat air Sungai Bengawan Solo disedot menggunakan pipa berdiameter 24 inchi sehingga bisa memicu pada penurunan hasil panen serta kualitas padi.
"Selain itu, sumur-sumur bor warga yang dipakai untuk kebutuhan hidup sehari-hari dikhawatirkan juga mengering,” ujarnya.
Menurut seorang karyawan proyek RWI yang enggan disebutkan namanya mengatakan, beberapa waktu lalu pihak terkait telah melakukan uji coba kelayakan pada mesin pompa air maupun pipa sepanjang 6,2 kilometer (Km) yang menjalar ke lokasi penampung air atau waduk buatan di lapangan Banyu Urip Blok Cepu di Desa Mojodelik, Kecamatan Gayam.
"Hanya saja saat ini belum beroperasi penuh," ucapnya.
Karyawan itu menjelaskan, fasilitas tersebut akan dioperasikan EMCL ketika musim hujan berlangsung. Itu pun, kata dia, disesuaikan dengan ketinggian muka air sungai mencapai 19.00 peilschaal pada papan duga yang terpasang di sekitar lokasi.
"Misalnya musim hujan tapi airnya di bawah batas minimal ya tidak diperbolehlan beroperasi, karena akan ada dampak yang ditimbulkan," jelasnya.
Air yang mengalir melalui pipa itu akan disimpan di dalam waduk kemudian disalurkan melalui empat pompa dan pipa sepanjang 800 meter (M) dengan diameter 20 inchi ke fasilitas pusat produksi di Blok Cepu. Air tersebut akan mendukung operasi pabrik dan sejumlah volume air yang besar akan disuntikan ke penadah air di bawah tanah untuk menjaga tekanan dan memaksimalkan pemulihan minyak.
Waduk yang mampu menampung air sebanyak 2,75 juta kubik (M3) atau setara dengan 15 kolam renang olimpiade itu berfungsi sebagai tempat penyimpanan air untuk fasilitas produksi minyak Banyuurip Blok Cepu.
Sementara, dalam kesempatannya, Kepala Divisi (Kadiv) Perum Jasa Tirta Wilayah Bengawan Solo, Winarno Susiladi, saat di Wonogiri, Kabupaten Solo, Jawa Tengah mengatakan, sesuai dengan ijinnya, kebutuhan injek puncak produksi EMCL memerlukan air sebanyak 600 liter per detik dari Sungai Bengawan Solo.
"Pengambilan air hanya pada saat musim hujan. Sehingga EMCL harus benar-benar memfungsikan tampungan tersebut dengan baik agar tidak mengganggu ketersediaan air di Sungai Bengawan Solo saat musim kemarau," katanya. [uuk/but]
Rating: 100% based on 975 ratings. 91 user reviews.